“Resume Komunikasi Organisai – BAB VII Budaya Organisasi
BUDAYA
ORGANISASI
Budaya Organisasi dalam buku Komunikasi Organisasi yang di tulis oleh Prof. Dr.
Khomsahrial Romli, MSi akan membahas tentang: Dimensi-dimensi budaya organisasi,
perbedaan antara budaya organisasi dengan iklim organisasi, perubahan budaya
organisasi, pemahaman perubahan budaya, perubahan budaya melalui keunggulan
bisnis, pembahasan mengenai mengapa budaya harus berubah, kapan budaya harus
berubah, dan bagaimana model perubahan budaya tersebut.
Disiplin ilmu budaya sebenarnya berasal dari disiplin ilmu antropologi. Sekitar
tahun 1979 kata budaya seringkali dikaitkan dengan organisasi. Dalam tulisan
Journal Science Quarterly (Andrew Pettigrew dalam Sobirin, 1997) yang memuat
istilah organizational cooiporate culture mendapat perhatian yang cukup
luas baik dari kalangan akademisi, prakisi, binis maupun organization
theoritist.
Memahami konsep budaya organisasi bukanlah suatu hal yang mudah. Belum adanya
kesepakatan atas konsep budaya organisasi menyebabkan munculnya pemahaman yang
bervariasi dan kontoversi. Bidang studi budaya organisasi ini pun dapat
dikatakan masih benisia muda.
Dari sudut pandang karyawan pun, budaya memberi pedoman bagi karyawan akan
segala sesuatu yang penting untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Wheelen & Hunger. Sejumlah peran penting yang dimainkan
oleh perusahaan adalah:
A. Membantu
pengembangan rasa memiliki jati diri bagi karyawan.
B. Dipakai
untuk mengembangkan keterkaitan pribadi dengan organisasi.
C. Membantu
stabilitas organisasi bagi sebagai suatu sistem sosial
D.
Menyajikan pedoman perilaku sebagai hasil dan norma perilaku yang sudah
dibentuk.
Sosialisai organisasi sendiri merupakan serangkaian aktivitas yang secara
substantive berdampak pada penyesuaian aktivitas individual dan keberhasilan
organisasi antara lain; komitmen, kepuasan dan kinerja (Nelson,1991: Young
& Lunberg,1996, dalam Nurfarhati,1999). Beberapa langkah sosialisasi yang
dapat membantu budaya organisasi adalah melalui seleksi calon kryawan,
penempatan, pendalaman bidang pekerjaan, penilaian kinerja dan pemberian
penghargaan, penanaman kesetiaan pada nilai-nilai luhur, perluasan cerita dan
berita, pengakuan kinerja dan promosi.
Dalam buku Kounikasi Oganisasi ini, akan membahas tentang:
A.
DIMENSI-DIMENSI BUDAYA ORGANISASI
Menurut Gibson (1996) menyebutkan 7 dimensi budaya, yaitu; hubungan manusia
dengan alam, individualisme versus kolektivitisme, orientasi waktu, orientasi
aktivitas, informalitas, bahasa dan kepercayaan.
Sedangkan dimensi-dimensi yang digunakan untuk membedakan budaya organisasi,
menurut Robbins (1996) ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama
menangkap hakikat budaya organisasi, yaitu:
(1) Inovasi Dan pengambilan risiko. Sejauh mana para karyawan didorong untuk
inovatif dan berani mengambil risiko. (2) Perhatian ke hal yang rinci. Sejauh
mana para karyawan diharapkan mau memperlihatkan kecermatan, analisis dan
perhatian kepada rincian. (3) Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen fokus pada
hasil, bukan pada teknik dan proses mana keputusan manajemen memperhatingkun
efek hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu. (5) Orientasi Tim. Sejauh
mana kegiatan kerja diorganisasikan dalam tim-tim kerja, bukannya
individu-individu. (6) Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan
kompetetif, bukan bersantai. (7) Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi
menekankan dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau
inovasi.
Sedangkan menurut Luthnas(1998) menyebutkan seumlah karakteristik yang penting
dari budaya organisasi, yang meliputi:
1. Aturan-aturan perilaku
Yaitu
bahasa, terminology dan ritual yang biasa dipergunakan oleh anggota organisasi.
2. Norma
Adalah
standar perilaku yang meliputi petunjuk bagaimana melakukan sesuatu. Lebih jauh
di masyarakat kita kenal adanya norma agama, norma sosial, norma asusila, norma
adat, dll.
3. Nilai-nilai dominan
Adalah nilai
utama yang diharapkan dari organisasi untuk dikerjakan oleh para anggota,
misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat absensi, tingginya
produktivitas dan efisiensi, serta tingginya disiplin kerja.
4. Filosofi
Adalah
kebijakan yang dipercaya organisasi tentang hal-hal yang disukai para karyawan
dan pelanggannya, seperti “Kepuasan Anda adalah harapan kami”, “Pembeli adalah
Raja”, dll.
5. Peraturan-peraturan
Adalah
aturan yang tegas dan orgnisasi. Pegawai baru harus memelajari peraturan ini
agar keberadaannya dapat diterima di dalam organisasi.
6. Iklim organisasi
Adalah
keseluruhan “perasaan” yang mliputi hal-hal fisik, bagaimana para anggota
berinteraksi dan bagaimana para anggota organisasi mengendalikan diri dalam
berhubungan dengan pelanggan atau pihak luar organisasi.
Sedangkan
menurut Hofstede (dalam Gibson, 1996) yang mengemukakan empat dimensi budaya,
yaitu:
1. Penghindaran atas ketidakpastian
Adalah
tingkat di mana masyarakat merasa tidak nyaman dengan ketiakpastian dan
ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan mereka untuk memercayai kepastian yang
menjanjikan dan untuk memelihara lembaga-lembaga yang melindungi penyesuaian.
2. Maskulin vs Feminim
Tingkat
maskulinitas adalah kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi, kepahlawanan,
ketegasan, dan keberhasilan materiil. Begitu juga lawannya, Feminitas, artinya
kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan, perhatian pada yang lemah dan
kualitas hidup. Isu utamanya pada dimensi ini adalah cara masyarakat
mengalokasikan peran sosial atas perbedaan jenis kelamin.
3. Individualisme vs Kebersamaan
Individualisme:
Kecenderungan dalam kerangka sosial di mana individu tersebut dianjurkan untuk
menjaga dirinya sendiri dan kelauarganya.
Misalnya: Dimana anak yang sangat sayang terhadap dirinya sendiri dan keluarganya,
sehingga berhati-hati sekali dalam menjaga aib keluarganya.
Kolektivitisme:
Kecenderungan di mana individu dapat mengharapkan kerabat, suku atau kelompok
lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak yang mereka
berikan.
Misalnya: Suatu komunitas yang sangat kerap menjaga anggotanya, misalnya
komunitas vespa yang sebagian besar suka membantu ketika beberapa anggotanya
mengalami kesulitan untuk vespanya.
4. Jarak kekuasaan
Anggota
suatu masyarakat menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak
didistribusikan secara merata. Hal ini memperngaruhi perilaku anggota yang
kurang berkuasa dan berkuasa. Isu utama dimensi ini adalah: Bagaimana suatu
masyarakat menangani perbedaan di antara penduduk ketika hal itu terjadi dan
mempunya konsekuensi logis terhadap cara orang-orang membangun lembaga mereka.
Sedangkan
menurut Schein, budaya organisasi dapat ditemukan dalam 3 tingkatan
(Hatch,1997), yaitu:
1. Artefak: Budaya bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat diartikan,
misalnya: Lingkungan fisik organisasi, teknologi, dan cara berpakaian.
2. Nilai: Memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artefak. Nilai
ini sulit diamati secara langsung sehingga untuk menyimpulkannya seringkali
diperlukan wawancara dengan anggota organisasi yang mempunyai posisi kunci
analisis.
3. Asumsi Dasar: Merupakan bagian penting dan budaya organisasi. Pda tingkat
ini budaya diterima begitu saja , tidak kasat mata, dan tidak disadari.
Asumsi-asumsi
dasar yang terdapat dalam teori Scein dijabarkan dalam 7 dimensi, yang mliputi:
1. Hubungan dengan Lingkungan
Aspek ini
mengamati asumsi yang lebih mendasar tentang hubungan manusia dengan alam dan
lingkungan, yang dapat dinilai dengan cara bagaimana anggota kunci organisasi
memandang hubungan tersebut. Di dalam aspek ini terdapat 3 dimensi aspek: (1)
Bagaimana mereka memandang peran organisasi dalam masyarakat, dilihat dari di
mana pasar utamanya atau segmentasi pelanggan yang dibidik. (2) Apa pandangan
mereka terhadap lingkungan yang relvan dengan organisasi, apakah lingkungan
politik, ekonomi, teknologi, dll. (3) Bagaimana pandangan mereka tentang posisi
organisasi terhadap lingkungannya, apakah organisasi mendominasi atau
didominasi seimbang dengan lingkungan tersebut.
2. Hakikat Kegiatan Manusia
Menyangkut
pandangan semua anggota organisasi tentang hal-hal benar apa yang perlu
dikerjakan oleh manusia atas dasar asumsi mengenai realitas, lngkungan dan
sifat manusia.
3. Hakikat Realitas dan Kebenaran
Aspek ini
menyangkut pandangan anggota-anggota organisasi tentang kaidah linguistik dan
keperilakuan yang menetapkan mana yang fakta dan mana yang tidak. Di dalam
hakikat ini terdapat 4 dimensi: (a) Realitas fisik menyangkutpersoalan criteria
objektif atas fakta. (b) Realitas sosial yang mempersoalkan consensus atas
opini, kebiasaan, dogma, dan prinsip. (c) Realitas subjektif mempersoalkan
pengalaman subjektif atas pendapat, kecenderungan, dan cita rasa pribadi. (d)
Kriteria kebenaran yang berarti bagaimana kebenaran itu seharusnya ditentukan,
apakah oleh tradisi, dogma, moral atau agama, dll.
4. Hakikat Waktu
Aspek ini
berkaitan dengan pandangan anggota organisasi tentang orientasi dasar waktu.
Dalam hakikat waktu terdapat 2 dimensi aspek: (1) Arahan fokus yang menyangkut
masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang, (2) Apakah ukuran waktu yang
relevan yang berlaku dalam organisasi tersebut mempergunakan satuan detik,
menit, dst.
Menurut Gordon & Cummincs (dalam robbins,2000) mengajukan sepuluh
karakteristik budaya organisasi yang mliputi dimensi structural dan perilaku,
yaitu meliputi:
1. Inisiatif
individual: Tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi yang dimiliki
individu.
2. Toleransi
terhadap tindakan beresiko: Sejauh mana anggota dianjurkan tidak
bertindak agresif.
3. Arah:
Sejauh mana organisasi tersebut menciptakan sasaran mengenai prestasi yang
jelas.
4.
Integrasi: Sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan
terkoordinasi.
5. Dukungan
dari manajemen: Sejauh mana para manajer dapat berkomunikasi dengan jelas.
6. Kontrol:
Sejumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi
perilaku anggota.
7.
Identitas: Anggota lebih mengindentifikasi dirinya keseluruhan daripada dengan
kelompok kerja tertentu.
8. Sistem
imbalan: Misalnya, kenaikan gaji dan promosi, didasarkan atas prestasi pegawai.
9. Toleransi
terhadap konflik: Pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara
terbuka.
10.
Pola-pola komunikasi: Komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki kewenangan
formal.
Terdapat teori budaya organisasi lain yang dikemukakan oleh Kluckhon Strodtbeck
(dalam Robins,2000) ada enam dimensi dasar, masing-masing dimensi memiliki
variasi yang membedakan antar budaya satu dan budaya yang lain, dimensi
tersebut adalah; (1) Hubungan dengan lingkungan yang memiliki variasi dominasi
terhadap lingkungan, (2) Orientasi waktu memiliki variasi pada orientasi masa
lalu, masa kini, masa depan, (3) Kodrat atau sifat dasar manusia yang
bervariasi tentang pandangan bahwa manusia itu baik, buruk, ataupun campuran,
baik buruk,, (4) Orientasi kegiatan yang memiliki penekanan untuk melakukan
tindakan, (5) Fokus,tanggung jawab yang mempunyai variasi individualisasi,
kelompok, atau hierarkis, (6) Konsep ruang yang variasinya bertumpu pada
kepemilikan ruang yang erbagi pada variasi pribadi, public, atau umum.
Sedangkan menurut riset terbani yang dilakukan oleh Recardo dan Jolly(2003) ,
mengemukakan terdapat delapan dimensi untuk menilai budaya suatu organisasi,
yaitu; (1) Komunikasi, terdapat sejumlah tipe bagaimana komunikasi digunakan,
arah komunikasi, apakah komunikasi sering terbuka, dll, (2) Pelatihan dan
pengembangan, kesempatan untuk pengembangan diri bagi karyawan, (3) Imbalan,
dilihat dari perilaku karyawan yang berhak mendapatkan imbalan, (4) Membuat
keputusan, bagiamana keputusan dibuat dan konflik dipecahkan, (5) Pengambilan
resiko, fokus pada bagaimana kreativitas dan inovasi dinilai dan dihargai,
(6)Perencanaan, apakah organisai menekankan rencana jangka pendek atau jangka
panjang, (7) Kerja sama, berhubungan dengan jumlah tipe dan keefektifan tim
dalam organisasi, (8) Praktik manajemen, yang menjadi ukuran adalah keadilan
dan konsistensi, penyediaan lingkungan kerja yang nyaman.
B.
BUDAYA ORGANISASI VS IKLIM ORGANISASI
Tiga konsep pengertian budaya: Ideational school, adaptationist school, dan
realist school. Di dalam budaya organisasi dan iklim organisasi ini terjadi,
overlapping. Contohnya terjadi overlapping antara konsep iklim organisasi dan
budaya organisasi ada pada beberapa penelitian. Mi. Litwin dan Stringer pada
tahun 1968 meneliti dampak situasi organisasi terhadap motivasi individu yakini
berprestasi, motivasi berafiliasi dan motifasi berkuasa dengan menggunakan
“risk taking” sebagai salah satu variabelnya.
Berbeda dengan konsep budaya organisasi yang berakar pada disiplin ilmu
antropologi dan sosiologi, domain konsep iklim organisasi adalah disiplin ilmu
psikologi. Secara historis, konsep iklim organisasi sudah mulai dikenal
dalam lingkup bidang studi psikologi industry sejak tahun 1939 melalui tulisan
Lewin, Lipit, dan White berjudul ‘Patterns of aggressive behavior in
experimentally created ‘sosial climate’. Lewin menulis “Field theory of social
science” pada tahun 1951. Secara sederhana Lewin mengemukakan teorinya dalam
bentuk persamaan sebagai berikut:
B = f(P,E)
Di
mana
B = Behaviour(Perilaku manusia)
P= Person (Manusia) dan
E= Environment (lingkungan)
Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa perilaku manusia ditentukan oleh
dua variabel utama yaitu manusianya itu sendiri yakni kepribadian orang
tersebut dan lingkungan. Pernyataan tersebut juga dapat diinterpresentasikan
bahwa manusia dan lingkungan merupakan dua variabel terpisah artinya, untuk
bisa memahami lingkungan sosial, manusia terlebih dahulu harus dipisahkan dalam
lingkungannya. Pemisahan ini bertujuan agar manusia bisa lebih obyektif dalam
memahami lingkungannya.
Tagiuri mendefinisikan iklim organisasi sebagai berikut:
“Organizational
climate is relatively enduring quality of the internal environment of an
organization that (a) is experienced by its members, (b) influence their
behavior, and (c) can be describded in terms of values of its particular set of
characteristictics (or attributes) of the organization”
Iklim organisasi adalah kualitas lingkungan internal organisasi yang (a)
dirasakan dan dialami oleh para anggota organisasi, (b) yang mempengaruhi
perilaku mereka, dan (c) yang bisa dijelaskan dalam bentuk satu set
karakteristik atau attribute organisasi.
Secara
ringkas, karakteristik penelitian iklim organisasi dapat dilihat pada tabel,
Tabel
Karakteristik dalam Perspektif Penelitian Iklim Organisasi
Epistimologi
|
Komparaif
dan nomothetic
|
Sudut
pandang
|
Etic
perspective (sudut pandang peneliti)
|
Metodologi
|
Survei
data kuantitatif
|
Level of
analysis
|
Pada
tingkatan permukaan
|
Orientasi
waktu
|
Snapshot
9tidak mempertimbangkan dimensi waktu)
|
Dasar
teori
|
Teori
sosial Kurt Lewin
|
Disiplin
ilmu
|
Psikologi
|
Tabel tersebut menunjukkan bahwa konsep iklim organisasi berakar pada disiplin
ilmu psikologi – khususnya psikologi sosial. Landasan teori yang digunakan adalah
Lewin Vield theory of social science. Dibandingkan dengan iklim organisasi,
konsep budaya organisasi memiliki sejarah perkembangan yang berbeda.
Sebagaimana kita ketahui, konsep budaya organisasi mengakar pada disiplin ilmu
antropologi dan ilmu sosiologi. Kedua disiplin ini menggunakan logika yang
berbeda dibandingkan dengan disiplin psikologi dalam memahami manusia dan
lingkungannya.
Tabel
Karakteristik dalam Perpesktif Penelitian Budaya Organisasi
Epistimologi
Sudut
pandang
Metedologi
Level of
analysis
Orientasi
waktu
Dasar
teori
Disiplin
ilmu
|
Kontekstual
dan idiographic
Emic
perspective (Sudut pandang obyek yang diteliti)
Observasi
lapangan dan data kualitatif
Asumsi
dasar dan nilai-nilai organisasi
Evolutif
historis
Teori
konstruksi sosial;critical theory
Antropologi
dan sosiologi
|
Ada juga pandangan Denison yang menegaskan tentang kesamaan konsep iklim dan
budaya organisasi dan berbeda hanya karena perspekif saja, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
(1) Fenomena
organisasi, bagi kedua konsep ini tidak didefinisikan dengan cara yang berbeda,
baik iklim maupun budaya organisasi, (2) Alasan dibangunnya kedua teori
tersebut adalah untuk mengatasi isu-isu sentral yang dihadapi organisasi, (3)
Kesamaan adalah content dan substansi kedua konsep tersebut sesungguhnya tidak
berbeda, (4) Kedua konsep tersebut juga overlap menggunakan metodologi dan
epistimologi yang sama.
C. MENGUBAH BUDAYA
ORGANISASI
Perubahan budaya organisasi si satu sisi dapat meningkatkan kinerja, namun di
sisi lain dapat pula mengalami kegagalan apabila tidak dipersiapkan dan
dikelola dengan benar. Namun, apabila tidak melakukan perubahan budaya
organisai, sedangkan lingkungan berubah, dapat dipastikan mengalami kegagalan.
Dalam mengubah budaya diperlukan pemahaman tentang bagaimana proses yang tepat
untuk menjalankan perubahan organisasi dan hambatan apa yang mungkin akan
dihadapi.
D. MEMAHAMI
PERUBAHAN BUDAYA
Perubahan budaya tidak mudah karena menyangkut manusia yang sebelumnya telah
mempunyai budaya sendiri yang dianggap baik dan benar. Perubahan budaya adalah
proses psikologis.Perubahan budaya organisasi tidak berlangsung secara alamiah
seperti yang berkembang pada budaya tradisional. Perubahan budaya organisasi
memerlukan perubahan yang sepadan dalam sikap, perilaku, dan nilai-nilai.
Perubahan budaya organisasi akan menyebabkan kegelisahan bagi banyak orang,
menyebabkan konflik diantara mereka yang merasa menjadi ‘winner’ dan ‘loser’.
Namun bagi mereka yang berpikiran progresif, perubahan budaya organisasi
membuka kesempatan baru untuk kreativitas, individualitas, inovasi, dan
hubungan.
E. PERUBAHAN BUDAYA
MELALUI KEUNGGALAN BISNIS
Cultural values management adalah barisan terdepan dari manajemen untuk
mencapai keunggulan bisnis. Terdapat hubungan langsung antara employee values
management, competitive advantage dan bottom line performance. Keunggulan
bisnis sendiri merupakan nilai yang bersifatmultidimensional; (a) merupakan
keyakinan, bahwa kita excellence atau unggul, (b) merupakan pengalaman, menjadi
excellence atau unggul, (c) merupakan maksud atau niat untuk menjadi unggul.
Dimensi keunggulan bisnis menurut Jeff Cartwright (1991;231) ; (a) keunggulan
sebuah fakta, (b) keunggulan sebagai motivator, (c) keunggulan sebagai
aspirasi, (d) keunggulan sebagai benchmark, (e) keunggulan sebagai monitor.
F. MENGAPA
BUDAYA HARUS BERUBAH
Perubahan budaya diperlukan paling tidak untuk dapat bertahan terhadap
goncangan yang timbul sebagai akibat dari perubahan lingkungan.
Mengubah budaya untuk Bertahan
Indikasi
yang menunjukkan adanya gejala organisasi yang tidak sehat menurut Victor
S.L.Tan (2002:3), yaitu:
1. Memiliki
perasaan puas diri sangat besar terhadap kinerja organisasi
2. Tidak
terdapat perasaan urgensi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
3. Sedikit
sekali terdapat inovasi, dll.
G. KAPAN BUDAYA
HARUS BERUBAH
Perubahan budaya organisasi harus dilakukan sejak dini, karena proses perubahan
budaya akan memerlukan waktu lama untuk memberikan hasil. Semakin lama
organisasi menunggu untuk menjalankan proses, maka semakin sulit tugas.
Perubahan harus dilakukan karena adanya tantangan: Ketika dua perusahaan atau
lebih yang mempunyai latar belakang berbeda bergabung dan konflik berkepanangan
di antara kelompok orang yang berbeda. Sedangkan ketika organisasi sudah lama
dan cara kerjanya kokoh maka menghindarkan organisasi dari menyerap perubahan.
Dan ketika perusahaan bergerak menjadi industri yang secara total berbeda, dan
saatnya melakukan penyelamatan organisasi. Dan begitu pula ketika perusahaan
dengan staf yang terbiasa bekera di bawah kondisi ekonomi yang menyenangkan,
tidak dapat menerima tantangan yang ditunjukkan oleh perlambatan ekonomi.
H. MODEL PERUBAHAN
BUDAYA
1. Model
Perubahan Victor Tan
A. Culture
Assessment (Penilaian Budaya)
Dua fase penilaian budaya: Pertama, menilai budaya organisasi yang sudah ada.
Ke dua, dengan melakukan wawancara pribadi di antara sampel yang menjadi
representasi dalam organisasi.
B. Culture
Gap Analysis ( Analisis Kesenjangan Budaya)
Menyangkut analisis terhadap kesenjangan antara budaya organisasi yang sudah
ada dengan yang diinginkan. Melihat orang, kebijakan, proses, teknologi,
strategi, dan struktur organisasi. Dan cara lainnya dalah mendefinisikan
hubungan yang hilang menjadi sumber daya mereka, gaya kepemimpinan yang tepat,
yang perlu ditunjukkan untuk memunkinkan organisasi mencapai tahap masa depan
yang diinginkan.
C.
Influencing Culture Change (Memengaruhi Perubahan Budaya)
Perubahan budaya memerlukan monitoring secara tetap dan penyesuaian pendekatan
untuk mencapai hasil yang efektif. Persoalan pokok perubahan efektif adalah
bagaimana organisasi mengimplementasikan sistem penghargaan kinerja mengenal,
mendorong, memperkuat praktik budaya yang diinginkan.
D.
Sustaining The New Culture (Melanjutkan Budaya Baru)
Melanjutkan budaya baru memerlukan perbaikan usaha-usaha terus-menerus dalam
memengaruhi dan memperkuat perilaku actual di tempat kerja atas dasar harian.
Oleh karena itu, aliran gagasan dan saran yang konstan untuk mempromosikan dan
memperkuat budaya baru diperlukan untuk orang menginternalisasikan keyakinan,
nilai-nilai, dan perilaku baru.
2. Model
Perubahan Jerome Want
A. Develeop a Systematic Change Plan ( Mengembangkan Rencana Perubahan
Sistematis)
Rencana
perubahan harus menggambarkan sasaran, jangka waktu, orang yang perlu disrtakan
dalam proses, taktik untuk mengatasi hambatan.
B. Indentifying Change Leaders (Mengidentifikasi Pemimpin Perubahan)
Diperlukan
beberapa pemimpin, masing-masing bertanggung jawab pada komponen kunci atau
sasaran proses pembangunan budaya, pengambilan keputusan, efektifitas
manajemen, dll.
C. Openess to New Ideas (Keterbukaan pada Gagasan Baru)
Karakteristik
budaya yang menuju pada kegagalan adalah mereka tidak terbuka pada gagasan
baru. Organisasi yang menolak pada gagasan baru adalah merupakan pertanda
sebagai organisasi yang bersikap asisten terhadap perubahan.
D. Building a Broad Concencus for Change (Membangun Konsensus Luas untuk
Perubahan)
Membangun
consensus member kesempatan orang berbagi pandangan berbeda dan sesudah itu
membawa pandangan tersebut bersama menempa keyakinan consensus kuat sekitar
budaya utama.
E. Elminate Bias The Change Process (Menghilangkan. Bias dari Proses Perubahan)
Bias adalah
hambatan utama kinerja bisnis, tetapi hanya sedikit yang mengenal adanya
perangkap dari bias. Salah satu tanggung jawab pemimpin proses perubahan adalah
memerhatikan bias yang mungkin membawa proses pembangunan budaya menuju arah
yang salah.
F. Individualize Change Strategies (Strategi Perubahan Sendiri)
Apa yang
diperlukan adalah strategi yang bersifat individual. Prosesnya memerhitungkan
di mana perusahaan berdiri dlam siklus perubahan bisnis, kondisi kompetetif
eksternal, umur dan sejarah perusahaan, kepemimpinan dan gaya manajemen, tujuan
masa depan, masalah dan tantangan yang dihadapi dan terutama budaya sekarang.
Sumber: Buku
Komunikasi Organisasi Lengkap (Prof.Dr. Khomsahrial, MSi)
0 komentar