Hampir lupa, kapan
tepatnya saya ke Desa Wisata Kebonagung. Ya, karena kami cuma bertamu sejenak,
dan bermain di sana. Tak apa, yang penting saya tetap menulisnya, biar
kenangannya gak semakin dilupakan *Yasalamm* Oya, desa yang terdapat di Imogiri
Bantul, Yogyakarta tersebut, memiliki banyak potensi wisata alam pun wisata budaya. Ya,
rasanya cukup kurang jika singgah hanya dalam sehari.
Dengan cuaca yang cerah, kami langsung singgah sebentar di basecamp Desa Wisata
Kebonagung, kami disambut ramah oleh penduduknya. Paling menyenangkan saya bisa
menyaksikan Gejog Lesung yang dimainkan oleh Ibu-ibu yang ada di sana.
Dan, bersyukur
sekali baru tahu saya, apa itu Gejog Lesung *astagaaa kelahiran tahun berapa
sih, Mbak?* Gejog yang sering diartikan memukul, dan lesung wadah untuk
menumbuk gabah yang akan dijadikan beras. Ya, orang-orang di zaman dulu sering menggunakan
lesung untuk menumbuk padi.
Saya jadi
ngebayangin capeknya seperti apa, karena kemarin sempat merasakan bagaimana penggunaannya.
Beratnya gak nahan, apalagi ketika dipukulkan. Bangga dengan Ibu-ibu yang sudah
berurat, mereka tetap kuat, dan semangat memukul alat yang sudah digunakan
sebagai alat musik, karena beralihnya zaman. Saya akui mereka hebat, karena
nada dan iramanya sangat pas, pun bergantian. Tidak seperti saya, memukul malah
membuat nada yang tak seirama. Wehehhee, maklumin biasa main pianika. Ehe.
Bukan hanya itu,
di Kebonagung ada yang menarik lagi, seperti wisata pertanian. Beruntung sekali
saya masih bisa melihat kerbau untuk membajak sawah, dan lahan pertanian yang
cukup luas. Pun saya mengerti bagaimana menanam padi, bukan asal nancap. Petani
tahu takarannya, seberapa jarak yang harus ditanami, dan jarak yang memisahkan
(kayak LDR), halah.
Suasana pedesaan
yang seperti itu sudah langka, bisa dianggap surganya kaum urban. Perjalanan
saya di Kebonagung tidak sampai di sini, saya masih berkliling desa menggunakan
sepeda lawas. Menyenangkan, meskipun sedikit sulit tidak seperti sepeda zaman
modern pada umumnya.
Dengan mengayuh
sepeda mengelilingi Kebonagung, kami jadi paham mana yang benar-benar harus
disyukuri dan wjib dilestarikan. Pak Sardi si pemandu, dengan ramah
mengantarkan kami keliling Kebonagung, sampai melihatkan homestayyang terdapat
di desa tersebut. Jadi, wisatawan bukan hanya datang, foto, lalu pulang. Namun,
datang, dan merasakan.
Ya, pada hari itu
saya sedikit kurang beruntung, karena tidak sempat menginap dikarenakan
keterbatasan waktu yang harus melanjutkan perjalanan selanjutnya. Jadi,
siapapun kalian yang ingin bertamu di Desa Wisata Kebonagung pasti merasakan
kenikmatannya jika menginap di sini, di pagi bisa melihat petani yang lalu
lalang ke sawah, kalian pun bisa menikmatinya dengan naik sepeda onthel.
Mari berkunjung ke
Desa Wisata Kebonagung, semoga bermanfaat.
Tabik.
5 komentar
Tetep aku kelihatan ganteng saat menanam padi dan sepedaan. Di sini kita nggak nyicipi Mie Ayam yang kondang buahahhahahah
ReplyDeleteiyaa, paling ganteng, kalo pinggirnya kebo, laaah
DeleteLama ga main ke blognya Pukat. Jadi kamu jagon main pianika? wkwkw.
ReplyDeleteHhaa. Kok aku di sini item ya? Tapi yang pas bajak sawah ketok kaya bule
wkwkkwkwkkw, iya kan abis kukasih pemutih dan borak.
Deletewahh seru banget ya berlibur di desa kebonagung..
ReplyDelete